Seseorang pernah bertanya tentang kenapa saya suka sekali kepada sunyi Saya hanya tersenyum waktu itu tersenyum sunyi Bagi saya sunyi itu inti di mana kita berasal dan kembali Dalam sunyi saya merasa segalanya menjadi terbuka jalan pesan dan tujuan Dalam buku ini hampir semua puisi saya melulu sibuk ngurusin perkara ke sunyi an dengan menggali berbagai makna sunyi yang terkandung Makna sunyi itu menjadi lebih mewah lagi bagi perempuan khususnya di Indonesia Sebagian perempuan melalui sunyi bisa menziarahi labirin dirinya Sebagian perempuan lainnya terlebih yang berstatus istri ibu atau sekaligus buruh mau tak mau harus jungkir balik menembus waktu menembus partisi partisi kesunyian demi menjaga bangunan kehormatan diri dan keluarga Tanpa sunyi kita tak punya ruang waktu untuk bercermin kita tak punya ruang waktu untuk mengenali diri kita kehilangan ruang waktu untuk mendengarkan dan merasakan aliran napas sendiri Emi SuySeseorang pernah bertanya tentang kenapa saya suka sekali kepada sunyi. Saya hanya tersenyum waktu itu, tersenyum sunyi. Bagi saya, sunyi itu inti, di mana kita berasal dan kembali. Dalam sunyi, saya merasa segalanya menjadi terbuka; jalan, pesan, dan tujuan. Dalam buku ini, hampir semua puisi saya melulu sibuk “ngurusin” perkara (ke)sunyi(an) ...dengan menggali berbagai makna sunyi yang terkandung. Makna sunyi itu menjadi lebih mewah lagi bagi perempuan, khususnya di Indonesia. Sebagian perempuan melalui sunyi bisa menziarahi labirin dirinya. Sebagian perempuan lainnya terlebih yang berstatus istri, ibu, atau—sekaligus—buruh, mau tak mau harus jungkir balik menembus waktu, menembus partisi-partisi kesunyian demi menjaga bangunan kehormatan diri dan keluarga. Tanpa sunyi, kita tak punya ruang-waktu untuk bercermin, kita tak punya ruang-waktu untuk mengenali diri, kita kehilangan ruang-waktu untuk mendengarkan dan merasakan aliran napas sendiri. Emi Suy