Jika kita melihat pada sejarah bangsa ini peran peneliti tidak dapat dipandang remeh Kemerdekaan bangsa tidak dapat dilepaskan dari peran seorang peneliti Belanda Douwess Dekker pada akhir abad ke19 Terkesan dengan lingkungan sosial budaya Indonesia Douwess Dekker mempelajari seluk beluk penderitaan rakyat akibat dari kebijakankebijakan kolonial Karyanya Max Havelaar merupakan sebuah karya ilmiah sekaligus indah yang menceritakan mengenai gambaran nasib masyarakat yang menyedihkan akibat dari penjajahan Belanda yang sangat lama dan menyengsarakan Karya ini kemudian menjadi salah satu literatur yang dipertimbangkan oleh perlemen Belanda saat itu untuk mengeluarkan suatu kebijakan politik yg disebut politik etis sebuah kebijakan balas budi yang memperlunak berbagai perlakuan kasar penjajah terhadap bangsa ini Dengan adanya politik etis kaum pribumi dapat bersekolah dan mengolah pemikiran mereka ke arah kritisme yang lebih tajam pada perilaku penjajah Lebih dari itu politik etis memunculkan kaum terpelajar yang berlomba lomba mewujudkan negara Indonesia sebuah negara yang mengembalikan Indonesia pada satu kesatuan seperti di masa lalu yang kita kenal sebagai Nusantara lepas dari campur tangan bangsa Eropa Tanpa sebuah karya sistematis yang ilmiah dan dipaparkan secara populer oleh Multatuli nama samaran dari Douwess Dekker sulit bagi para pengambil kebijakan di Belanda untuk melihat secara komprehensif mengenai situasi sosial ekonomi yang dihadapi oleh negara jajahannya yang jauh di belahan bumi lain tersebut Bahkan situasi ekonomi yang buruk dari bangsa Indonesia juga berkontribusi pada kemanusiaan Pada awal abad ke 20 Indonesia kembali memberikan kontribusinya bagi ilmu pengetahuan lewat kontribusi dari Eijkman Eijckman seorang dokter Belanda mampu menghasilkan konsep tentang vitamin dalam penelitiannya di Indonesia Konsepsi ini kemudian membawanya pada hadiah Nobel fisiologi dan kedokteran tahun 1929 Ironisnya kontribusi ini datang dari pengamatan terhadap kaum pribumi yang mengalami penyakit akibat malnutrisi karena kurangnya asupan nasi Indonesia di masa yang sama juga hampir mampu berkontribusi bagi dunia ilmiah internasional dengan sangat radikal Alfred Russel Wallace seorang Amerika nyaris menerbitkan karyanya tentang evolusi yang diperoleh dari studi keanekaragaman hayati di hutan hutan tropis di Indonesia sebelum Charles Darwin Sayangnya keasyikannya pada keindahan flora dan fauna Indonesia membuatnya tertunda dalam memublikasikan karyanya dan dasar dasar teori evolusi akhirnya diletakkan oleh saingannya Darwin yang meneliti di kepulauan Galapagos Pasifik Timur Kasus Wallace merupakan sebuah kasus yang menunjukkan sebuah dilema besar seorang peneliti apakah ia harus kembali ke meja dan menulis temuannya secara sistematis untuk kemanusiaan atau tetap berada di alam dan menikmati keindahan yang ditawarkan negeri ini untuk dirinya sendiri Tiga contoh kasus di atas menunjukkan bagaimana negeri ini sebenarnya merupakan lahan yang subur untuk penelitian dan pengembangan baik bagi bangsa maupun bagi kemanusiaan secara global Kita memang tidak memiliki laboratorium super canggih atau instrumeninstrumen raksasa untuk observasi dan eksperimen masif tetapi kita memiliki negeri ini sebagai sebuah laboratorium alam yang mengagumkan Keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya menyediakan laboratorium bagi para peneliti biologi dan ilmu ilmu terkait seperti kedokteran lingkungan hidup geofisika geologi geokimia dan sebagainya Keanekaragaman kultural beserta sosio psikologisnya menyediakan laboratorium bagi para peneliti sosial dan ilmu ilmu terkait seperti antropologi etnografi hingga paleontologi Jika kita melihat pada sejarah bangsa ini, peran peneliti tidak dapat dipandang remeh. Kemerdekaan bangsa tidak dapat dilepaskan dari peran seorang peneliti Belanda, Douwess Dekker, pada akhir abad ke19. Terkesan dengan lingkungan sosial budaya Indonesia, Douwess Dekker mempelajari seluk beluk penderitaan rakyat akibat dari kebijakankebijakan kolonial. Karyanya, Max Havelaar, merupakan sebuah ...karya ilmiah sekaligus indah, yang menceritakan mengenai gambaran nasib masyarakat yang menyedihkan akibat dari penjajahan Belanda yang sangat lama dan menyengsarakan. Karya ini kemudian menjadi salah satu literatur yang dipertimbangkan oleh perlemen Belanda saat itu untuk mengeluarkan suatu kebijakan politik yg disebut politik etis, sebuah kebijakan balas budi yang memperlunak berbagai perlakuan kasar penjajah terhadap bangsa ini. Dengan adanya politik etis, kaum pribumi dapat bersekolah dan mengolah pemikiran mereka ke arah kritisme yang lebih tajam pada perilaku penjajah. Lebih dari itu, politik etis memunculkan kaum terpelajar yang berlomba-lomba mewujudkan negara Indonesia, sebuah negara yang mengembalikan Indonesia pada satu kesatuan seperti di masa lalu yang kita kenal sebagai Nusantara , lepas dari campur tangan bangsa Eropa. Tanpa sebuah karya sistematis yang ilmiah dan dipaparkan secara populer oleh Multatuli nama samaran dari Douwess Dekker, sulit bagi para pengambil kebijakan di Belanda untuk melihat secara komprehensif mengenai situasi sosial-ekonomi yang dihadapi oleh negara jajahannya yang jauh di belahan bumi lain tersebut. Bahkan situasi ekonomi yang buruk dari bangsa Indonesia juga berkontribusi pada kemanusiaan. Pada awal abad ke-20, Indonesia kembali memberikan kontribusinya bagi ilmu pengetahuan lewat kontribusi dari Eijkman. Eijckman, seorang dokter Belanda, mampu menghasilkan konsep tentang vitamin dalam penelitiannya di Indonesia. Konsepsi ini kemudian membawanya pada hadiah Nobel fisiologi dan kedokteran tahun 1929. Ironisnya, kontribusi ini datang dari pengamatan terhadap kaum pribumi yang mengalami penyakit akibat malnutrisi karena kurangnya asupan nasi. Indonesia di masa yang sama juga hampir mampu berkontribusi bagi dunia ilmiah internasional dengan sangat radikal. Alfred Russel Wallace seorang Amerika nyaris menerbitkan karyanya tentang evolusi yang diperoleh dari studi keanekaragaman hayati di hutan-hutan tropis di Indonesia sebelum Charles Darwin. Sayangnya, keasyikannya pada keindahan flora dan fauna Indonesia membuatnya tertunda dalam memublikasikan karyanya dan dasar-dasar teori evolusi akhirnya diletakkan oleh saingannya, Darwin, yang meneliti di kepulauan Galapagos, Pasifik Timur. Kasus Wallace merupakan sebuah kasus yang menunjukkan sebuah dilema besar seorang peneliti: apakah ia harus kembali ke meja dan menulis temuannya secara sistematis untuk kemanusiaan, atau tetap berada di alam dan menikmati keindahan yang ditawarkan negeri ini untuk dirinya sendiri. Tiga contoh kasus di atas menunjukkan bagaimana negeri ini sebenarnya merupakan lahan yang subur untuk penelitian dan pengembangan, baik bagi bangsa maupun bagi kemanusiaan secara global. Kita memang tidak memiliki laboratorium super canggih atau instrumeninstrumen raksasa untuk observasi dan eksperimen masif, tetapi kita memiliki negeri ini sebagai sebuah laboratorium alam yang mengagumkan. Keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya menyediakan laboratorium bagi para peneliti biologi dan ilmu-ilmu terkait seperti kedokteran, lingkungan hidup, geofisika, geologi, geokimia, dan sebagainya. Keanekaragaman kultural beserta sosio-psikologisnya menyediakan laboratorium bagi para peneliti sosial dan ilmu-ilmu terkait seperti antropologi, etnografi, hingga paleontologi.