Hak untuk menyiapkan resep resep oleh undangundang tanggal 1 juni 1995 yang mengatur pekerjaan kefarmasian khusus diberikan kepada apoteker dan asisten apoteker Asal yang terakhir ini bekerja di bawah pengawasan seorang apoteker atau dokter yang membuka apotek di tempat tempat di mana tidak berdiri sebuah apotek Dokter pun diperkenankan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian juga di tempat tempatdi mana telah tinggal seorang dokter yang mempunyai hak ini sebelum seorang apoteker tinggal di tempat itu Tetapi hak ini mewajibkan pula si peracik obat untuk melakukan kewajibannya dengan seteliti mungkin Peraturan di negara ini dibuat sedemikan rupa sehingga seorang dokter bertangggung jawab atas kesalahan kesalahan dalam resep Jadi jika ahli pengobatan membuat suatu kesalahan besar pada waktu menulis resepnya dan disediakan tanpa pertimbangan lagi Bukan dokter yang dapat dihukum tapi si peracik obat Meskipun ketentuan ini tidak adil tetapi ini mendorong kita untuk bekerja dengan sangat hati hati pada waktu meracik obat Lebih lebih karena kepentingan pasien yang selalu harus diutamakan Kemudian harus diperhatikan pemberian yang cermat dan diingat pula bahwa pasien hanya dapat menilai obat dari rupanya saja Hak untuk menyiapkan resep-resep oleh undangundang (tanggal 1 juni 1995, yang mengatur pekerjaan kefarmasian) khusus diberikan kepada apoteker dan asisten apoteker. Asal yang terakhir ini bekerja di bawah pengawasan seorang apoteker atau dokter yang membuka apotek di tempat tempat di mana tidak berdiri sebuah apotek. Dokter pun diperkenankan untuk melakukan pekerjaan ...kefarmasian, juga di tempat-tempatdi mana telah tinggal seorang dokter yang mempunyai hak ini, sebelum seorang apoteker tinggal di tempat itu. Tetapi, hak ini mewajibkan pula si peracik obat untuk melakukan kewajibannya dengan seteliti mungkin. Peraturan di negara ini dibuat sedemikan rupa sehingga seorang dokter bertangggung jawab atas kesalahan-kesalahan dalam resep. Jadi, jika ahli pengobatan membuat suatu kesalahan besar pada waktu menulis resepnya dan disediakan tanpa pertimbangan lagi. Bukan dokter yang dapat dihukum tapi si peracik obat. Meskipun ketentuan ini tidak adil, tetapi ini mendorong kita untuk bekerja dengan sangat hati-hati pada waktu meracik obat. Lebih-lebih karena kepentingan pasien yang selalu harus diutamakan. Kemudian harus diperhatikan pemberian yang cermat dan diingat pula bahwa pasien hanya dapat menilai obat dari rupanya saja.