Pembaruan hukum kontrak merupakan narasi yang telah cukup lama digabungkan oleh para akademisi dan praktisi hukum tanah air Hal ini dikarenakan ketentuan hukum yang memayungi praktik kontrak selama ini masih mengacu pada Kitab Undang Undang Hukum Perdata KUH Perdata yang telah diberlakukan lebih dari satu abad dan sampai saat ini belum ada pembaruannya Konstruksi sistem hukum kontrak yang terangkum dalam Buku III Bab 1 sampai Bab 17 hanya mengatur tentang kontrak dan pascakontrak Pengaturan tentang kontrak meliputi keabsahan kontrak jenis jenis kontrak pembagian kontrak serta asas asas kontrak Sementara itu pengaturan pascakontrak mencakup penafsiran kontrak pembaruan perubahan kontrak keadaan memaksa force majeur dan hapusnya kontrak Ketiadaan norma yang mengatur prakontrak menyebabkan sistem norma dan penegakan hukum kontrak tidak lengkap Kerugian kerugian yang timbul akibat pelanggaran janji prakontrak tidak dapat dituntut secara hukum Dalam konteks perbandingan hukum comparative law dapat dipahami bahwa sistem hukum kontrak mencakup dua bagian penting yang saling berkaitan yaitu pembentukan kontrak formation of contract dan keabsahan kontrak validity of contract Pembentukan kontrak mencakup pengaturan tentang negosiasi prakontrak dengan akibat hukum yang ada di dalamnya sementara keabsahan kontrak berkaitan dengan prasyarat apa agar consideration atau kesepakatan para pihak sah dan mengikat Kedua bagian ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena menjadi bagian integral dari suatu kontrak Hal ini sangat berbeda dengan sistem hukum kontrak dalam KUH Perdata karena formation of contract tidak diatur sama sekali KUH Perdata hanya mengatur tentang keabsahan kontrak dan pelaksanaan isi kontrak dengan dasar iktikad baik Tegasnya asas iktikad baik dalam sistem hukum kontrak nasional hanya diatur dalam tahapan tercapainya kesepakatan contract has finally concluded dan pelaksanaan kontrak tersebut to perform contract Narasi yang dibangun dalam buku ini menggunakan pendekatan dekonstruktif di mana sistem norma hukum kontrak yang ada dibongkar dan coba dibangun kembali menjadi suatu rekonstruksi sistem norma yang dianggap lebih dapat memenuhi harapan harapan atau cita hukum masyarakat tentang hukum kontrak yang responsif dan berkeadilan Sistem hukum kontrak yang diharapkan adalah yang melingkupi aspek pembentukan kontrak formation of contract dan keabsahan kontrak validity of contract dengan dilandasi iktikad baik the good faith principle sehingga para pihak mendapat perlindungan hukum yang optimal dari sejak tahapan negosiasi prakontrak hingga pelaksanaanPembaruan hukum kontrak merupakan narasi yang telah cukup lama digabungkan oleh para akademisi dan praktisi hukum tanah air. Hal ini dikarenakan ketentuan hukum yang memayungi praktik kontrak selama ini masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang telah diberlakukan lebih dari satu abad dan sampai saat ini belum ada ...pembaruannya. Konstruksi sistem hukum kontrak yang terangkum dalam Buku III (Bab 1 sampai Bab 17) hanya mengatur tentang kontrak dan pascakontrak. Pengaturan tentang kontrak meliputi keabsahan kontrak, jenis-jenis kontrak, pembagian kontrak, serta asas-asas kontrak. Sementara itu, pengaturan pascakontrak mencakup penafsiran kontrak, pembaruan (perubahan) kontrak, keadaan memaksa (force majeur), dan hapusnya kontrak. Ketiadaan norma yang mengatur prakontrak menyebabkan sistem norma dan penegakan hukum kontrak tidak lengkap. Kerugian-kerugian yang timbul akibat pelanggaran janji prakontrak tidak dapat dituntut secara hukum. Dalam konteks perbandingan hukum (comparative law), dapat dipahami bahwa sistem hukum kontrak mencakup dua bagian penting yang saling berkaitan, yaitu pembentukan kontrak (formation of contract) dan keabsahan kontrak (validity of contract). Pembentukan kontrak mencakup pengaturan tentang negosiasi prakontrak dengan akibat hukum yang ada di dalamnya, sementara keabsahan kontrak berkaitan dengan prasyarat apa agar consideration atau kesepakatan para pihak sah dan mengikat. Kedua bagian ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena menjadi bagian integral dari suatu kontrak. Hal ini sangat berbeda dengan sistem hukum kontrak dalam KUH Perdata karena formation of contract tidak diatur sama sekali. KUH Perdata hanya mengatur tentang keabsahan kontrak dan pelaksanaan isi kontrak dengan dasar iktikad baik. Tegasnya, asas iktikad baik dalam sistem hukum kontrak nasional hanya diatur dalam tahapan tercapainya kesepakatan (contract has finally concluded) dan pelaksanaan kontrak tersebut (to perform contract). Narasi yang dibangun dalam buku ini menggunakan pendekatan dekonstruktif, di mana sistem norma hukum kontrak yang ada dibongkar dan coba dibangun kembali menjadi suatu rekonstruksi sistem norma yang dianggap lebih dapat memenuhi harapan-harapan atau cita hukum masyarakat tentang hukum kontrak yang responsif dan berkeadilan. Sistem hukum kontrak yang diharapkan adalah yang melingkupi aspek pembentukan kontrak (formation of contract) dan keabsahan kontrak (validity of contract) dengan dilandasi iktikad baik (the good faith principle), sehingga para pihak mendapat perlindungan hukum yang optimal dari sejak tahapan negosiasi prakontrak hingga pelaksanaan