Dermatitis atopik merupakan salah satu penyakit kulit tidak menular yang paling umum ditemukan serta dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup dan berdampak pada kesejahteraan psikososial Penegakan diagnosis DA dilakukan secara klinis berdasarkan adanya pola distribusi lesi dengan gambaran morfologi spesifik temuan klinis lainnya yang terkait dan riwayat atopi personal atau keluarga Hingga saat ini tidak terdapat penanda laboratorium diagnostik yang spesifik atau patognomonik Tujuan pengobatan pada DA adalah untuk mencapai dan mempertahankan keadaan tidak bergejala atau ringan pada pasien DA sehingga tidak mengganggu kehidupan sehari hari pasien Apabila keadaan tersebut tidak dapat tercapai maka diharapkan pengobatan yang diberikan dapat mengurangi dan atau mencegah komplikasi rekurensi serta meningkatkan kualitas hidup pasien Untuk mencapai hal tersebut diperlukan pendekatan dari berbagai aspek baik berupa terapi farmakologis maupun non farmakologis Terapi farmakologis dapat berupa topikal dan sistemik Terapi topikal pada DA selain pelembab dapat diberikan anti inflamasi seperti KST topical calcineurin inhibitor pereparat tar dan crisaborole Terapi sistemik pada DA adalah AH kortikosteroid sistemik antimetabolit dan imunosupresan serta inhibitor janus kinase AH yang digunakan dapat AH 1 generasi pertama maupun kedua dan AH 2 Kortikosteroid sistemik pada DA hanya diberikan dalam keadaan khusus dan dalam jangka waktu terbatas Antimetabolit dan imunosupresan yang dapat diberikan pada DA adalah azatioprin metotreksat mikofenolat mofetil dan siklosporin Inhibitor janus kinase mengaktivasi transkripsi gen dan memperantarai sitokin sitokin inflamasi yaitu IL 4 IL 5 IL 13 IL 31 dan Thymic stromal Lymphopoietin TSLP Abrocitinib berupakan inhibitor JAK 1 selektif sedangkan baricitinib merupakan inhibitor JAK 1 dan JAK 2 Keduanya dapat digunakan pada DA derajat sedang berat yang sudah mendapatkan terapi sistemik lain tapi tidak berespons baik Dermatitis atopik merupakan salah satu penyakit kulit tidak menular yang paling umum ditemukan, serta dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup dan berdampak pada kesejahteraan psikososial. Penegakan diagnosis DA dilakukan secara klinis berdasarkan adanya pola distribusi lesi dengan gambaran morfologi spesifik, temuan klinis lainnya yang terkait, dan riwayat atopi personal atau keluarga. Hingga ...saat ini tidak terdapat penanda laboratorium diagnostik yang spesifik atau patognomonik. Tujuan pengobatan pada DA adalah untuk mencapai dan mempertahankan keadaan tidak bergejala atau ringan pada pasien DA, sehingga tidak mengganggu kehidupan sehari-hari pasien. Apabila keadaan tersebut tidak dapat tercapai, maka diharapkan pengobatan yang diberikan dapat mengurangi dan atau mencegah komplikasi, rekurensi, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan pendekatan dari berbagai aspek baik berupa terapi farmakologis maupun non farmakologis. Terapi farmakologis dapat berupa topikal dan sistemik. Terapi topikal pada DA selain pelembab dapat diberikan anti-inflamasi, seperti KST, topical calcineurin inhibitor, pereparat tar, dan crisaborole. Terapi sistemik pada DA adalah AH, kortikosteroid sistemik, antimetabolit dan imunosupresan, serta inhibitor janus kinase. AH yang digunakan dapat AH-1 generasi pertama maupun kedua dan AH-2. Kortikosteroid sistemik pada DA hanya diberikan dalam keadaan khusus dan dalam jangka waktu terbatas. Antimetabolit dan imunosupresan yang dapat diberikan pada DA adalah azatioprin, metotreksat, mikofenolat mofetil, dan siklosporin. Inhibitor janus kinase mengaktivasi transkripsi gen dan memperantarai sitokin- sitokin inflamasi, yaitu IL-4, IL-5, IL-13, IL-31 dan Thymic stromal Lymphopoietin (TSLP). Abrocitinib berupakan inhibitor JAK 1 selektif, sedangkan baricitinib merupakan inhibitor JAK 1 dan JAK 2. Keduanya dapat digunakan pada DA derajat sedang-berat yang sudah mendapatkan terapi sistemik lain tapi tidak berespons baik.